Namaku
Alifya Dahlia Putri, aku seorang yatim piatu. Dan aku tinggal di sebuah rumah.
Tidak bisa kusebut rumah karena itu hanya sebuah gubuk kecil saja.Umurku baru
11 tahun. Setiap hari aku pergi memulung di jalan-jalan. Pada suatu hari, aku
memulung di jalan raya, tiba-tiba seorang nenek menghampiriku dengan perasaan
iba. “Nak, nama kamu siapa?”tanya Nenek. “Alifya, Nek,” jawabku pelan. “Mau
tidak tinggal di rumah Nenek? Nanti Nenek sekolahkan,”tawar Nenek itu dengan
penuh kelembutan. “Mau, Nek!”sambutku dengan gembira. Aku mengikuti Nenek itu
yang sedang masuk ke mobil mewahnya itu.
Rumah
Nenek itu besar sekali, aku sempat bertanya siapa nama Nenek itu, namanya Nenek
Lifa, panggilannya Nek Lifa. Aku dan Nek Lifa masuk ke dalam rumah besar itu.
Ketika itu, 2 anak sebayaku memeluk Nek Lifa. “Halo Nenek! Tadi Nenek belanja
apa saja? Minta dong!” seru anak perempuan yang memakai baju pink. “Nenek nggak belanja, Rista. Rista
dan Rasti tolong antarkan Alifya menuju kamar tamu, ya,”jawab Nek Lifa. Nek
Lifa berlalu, dia pergi ke dapur. “Eh, kamu siapa? Ini khusus orang kaya saja
yang berhak tinggal!”olok Rasti, kembaran Rista. “Maafkan aku, ya. Aku disini
disuruh Nek Lifa. Maaf,”ujarku penuh salah. “Huh! Siapa juga yang mau nganterin
kamu. Sana pergi sendiri! Kamarnya yang di sebelah kamarku. Pintunya warna
merah, tuh!”ujar Rista dengan keras. Aku terdiam, Rista memberikan kunci kamar
kepadaku. Sambil berjalan dengan hati yang perih, aku masuk ke kamar baruku.
Kamar itu memiliki wallpaper,
bergambar kupu-kupu. Disana, ada TV, kulkas, laptop, tablet dan peralatan
belajar juga lemari warna emas. Aku duduk di kasurku yang empuk dan besar itu.
Tapi, sesuatu yang aneh ada di pikiranku. Aku
harus pakai baju yang layak, pikirku. Aku berjalan ke lemari warna emas.
Ternyata itu bukan lemari, melainkan ruangan. Ketika aku masuk ke dalamnya
terdapat baju-baju yang warna-warni dan gaun yang cantik di setiap gantunga
hanger. Aku akhirnya memilih baju warna hijau, celana pendek selutut warna
kuning, sandal rumah warna hijau-kuning dan memberi bendana serta jepit rambut yang banyak jenisnya di sebuah
kotak perhiasan.
Seseorang
mengetuk pintu, aku membukakannya. Ternyata itu anak perempuan sebayaku juga.
“Halo, namaku Fita. Aku saudara kembar 3 Rista dan Rasti juga. Siapa
namamu?”tanya Fita dengan ramah. “Oh, namaku Alifya,”jawabku sambil mengulurkan
tangan. Kami pun berjabat tangan. “Wah, baju yang kamu pilih bagus,”puji Fita.
“Terima kasih, Fita,”kataku malu-malu. “Eh, yuk kita ke ruang makan. Kita disuruh
Nenek makan siang. Setelah itu pergi ke kamarku, ya,”ajak Fita. Kami beriringan
menuju ke ruang makan. Nek Lifa menyambut kami. “Halo Fita dan Alifya. Mari
duduk, Nenek memasakkan nasi goreng,”kata Nek Lifar amah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar yang baik, yach